WARTABANK, Jakarta – Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) melaporkan pendapatan operasional sebesar US$1,07 miliar atau Rp17,36 triliun (kurs Jisdor Rp16.231 per dolar AS pada 30 Juni 2025) untuk semester I/2025.
Direktur Niaga Reza Aulia Hakim menyatakan bahwa pendapatan operasional GIAA meningkat sebesar US$24 juta sepanjang semester I/2025.
Di sisi lain, beban operasi GIAA tercatat mencapai US$1,03 miliar, mengalami penurunan sebesar US$50 juta dalam satu semester.
Dengan bertambahnya pendapatan operasional dan berkurangnya beban operasi, GIAA berhasil mencatatkan EBITDA sebesar US$250 juta pada semester I/2025, meningkat sebesar US$10 juta dalam satu semester.
GIAA juga menunjukkan peningkatan dalam kinerja operasional. Seat load factor GIAA mencapai 78%, meningkat 1 poin, sedangkan cargo load factor naik 2 poin menjadi 43%.
Selain itu, frekuensi penerbangan GIAA bertambah 2.809 menjadi 37.880 kali. On time performance GIAA mencapai 86,02, meningkat 2,36 poin, dan utilitas GIAA bertambah 1 jam 10 menit menjadi 10 jam 43 menit. GIAA sendiri belum melaporkan kinerja keuangan untuk semester I/2025.
Namun, berdasarkan kinerja kuartal I/2025, GIAA masih menghadapi kerugian dan ekuitas negatif. Garuda Indonesia masih mencatatkan rugi bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$76,48 juta pada kuartal I/2025.
Meskipun demikian, kerugian maskapai penerbangan milik negara ini mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai US$87,03 juta.
GIAA juga masih berjuang dengan ekuitas negatif, di mana liabilitas GIAA melebihi asetnya. Tercatat, aset GIAA mencapai US$6,45 miliar pada kuartal I/2025, sementara liabilitas GIAA mencapai US$7,88 miliar.
Reza menyatakan bahwa kinerja keuangan seperti ekuitas negatif dan beban operasi menjadi perhatian utama perusahaan. Namun, perusahaan sedang berupaya menerapkan berbagai strategi untuk meningkatkan kinerja keuangannya.
“Fokus utama kami bukan hanya untuk mengembalikan kinerja ke arah positif, tetapi juga untuk memperkuatnya. Kami berusaha mewujudkan laba positif dan ekuitas yang sesuai dengan jalurnya,” kata Reza dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada 22 Oktober 2025.
GIAA juga memusatkan perhatian pada program strategis yang terdiri dari tiga pilar. Pertama, evaluasi aspek finansial dan komersial. Kedua, percepatan kinerja perusahaan. Ketiga, perluasan jaringan. Geliat GIAA saat ini juga mendapatkan dukungan dari dana kekayaan negara, Danantara.
Perusahaan ini pun mengajukan permohonan dana segar kepada Danantara pada tanggal 21 Mei.
Danantara memerlukan waktu dua bulan untuk secara resmi menyuntikkan modal sebesar US$405 juta atau setara dengan Rp6,65 triliun kepada Garuda.
Danantara memberikan dukungan awal dalam bentuk pinjaman pemegang saham senilai Rp6,65 triliun sebagai bagian dari total dukungan pembiayaan yang direncanakan mencapai US$1 miliar.
Dari total tersebut, PT Citilink Indonesia, yang merupakan anak perusahaan GIAA, akan menerima pinjaman pemegang saham sebesar Rp4,83 triliun.
Dengan demikian, nilai bersih yang diterima Garuda adalah Rp1,82 triliun. Fase awal kolaborasi ini difokuskan pada perawatan dan peningkatan kesiapan operasional armada Garuda Indonesia Group, baik Garuda sebagai maskapai layanan penuh maupun Citilink sebagai maskapai biaya rendah.
Selanjutnya, Danantara dan Garuda akan melanjutkan transformasi dengan menekankan pada optimalisasi kinerja operasional dan finansial sebagai bagian dari agenda jangka panjang menuju maskapai yang berkelanjutan. []
