Sektor Properti – Pemerintah telah menurunkan porsi pembiayaan pada skema fasilitas likuiditas pembiayaan dan perumahan (FLPP). Hal ini mengacu kepada keputusan Menteri PUPR nomor 463/KPTS/M/2018 yang memaparkan pemberian porsi sebesar 75%, dimana sebelumnya pemerintah memberi porsi sebesar 90%.
Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengurangi beban fiscal seta mendorong penambahan target pembangunan rmah subsidi. Adapun peraturan tersebut tidak akan berpengaruh terhadap permintaan rumah hunian MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
Menurut Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Eddy Ganefo, adanya peraturan tersebut hanya sebatas pengaturan porsi antara bank pelaksana dengan pemerintah. Adanya peraturan tersebut, imbuhnya, tidak akan timbul persoalan yang bersinggungan langsung dengan konsumen.

“Hal ini tentu beda apabila ada perubahan tingkatan suku bunga, dsb,” ujarnya.
Sementara itu Managing Director SPS Group, Asmat Amin mengatakan bahwa peraturan tersebut hanya skema perbankan dan tidak akan berpengaruh apa-apa terhadap pembelian. Yang menjadi permasalahan, jelasnya justru proses BI checking sehingga permintaan terhadap rumah MBR menjadi terhambat.
Menurutnya kebutuhan rumah hunian mencapai 800.000 – 1 juta unit setiap tahunnya, dimana dari jumlah tersebut 90% nya merupakan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Sementara itu di sisi lain ketersediaan rumah bagi MBR belum banyak tersedia dikarenakan masih minimnya pengembang yang masuk. []