WARTABANK.COM, Jakarta – Sebagai BUMN Sektor Agro Bisnis dan Pangan PT Pupuk Indonesia (Persero) menegaskankan komitmennya dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional. Terlebih, kehadiran pupuk menjadi vital dalam mendukung produktivitas dan mendorong produktivitas tanaman pangan nasional.
Menurut Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi, isu swasembada pangan menjadi penting menyusul proyeksi kenaikan konsumsi beras serta pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan data yang dipaparkan, pada 2045 diproyeksikan kebutuhan beras mencapai 37,9 juta ton dengan jumlah penduduk 324 juta orang.
Saat ini, tambah Rahmad, jumlah penduduk Indonesia sebesar 282 juta dengan kebutuhan beras sekitar 30,9 juta ton. Swasembada pangan pun turut menjadi concern utama bagi pemerintah Prabowo.
Perusahaan dalam 5 tahun ke depan, imbuh Rahmad, membidik kenaikan produksi pupuk sebesar 2 juta ton. Pada saat yang bersamaan, Pupuk Indonesia menerapkan sejumlah strategi untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pupuk untuk petani.
Dalam memastikan soal ketersediaan, misalnya, Pupuk Indonesia telah menerapkan digitalisasi secara end-to-end untuk pelaksanaan distribusi Pupuk. Melalui strategi Integrated Distribution and Outbound Logistic (INDIGO), perusahaan memonitor pergerakan dan posisi stok pupuk mulai dari pabrik sampai kios.
“Jadi ini transparan dan menjadi inovasi dari Pupuk Indonesia untuk memastikan ketersediaan Pupuk,” kata Rahmad dalam Indonesia Future Policy Dialogue: Telaah Arah Pemerintahan Baru pada sesi Lumbung Pangan untuk Kemandirian, dikutip Jumat (11/10/2024).
Sementara, mengenai masalah keterjangkauan, lanjut Rahmad, tingginya harga pupuk bakal berdampak negatif ke produksi padi. Berdasarkan kalkulasinya, setiap kenaikan harga pupuk sebesar Rp1.000/kg mengakibatkan penurunan konsumsi urea sebesar 13 persen dan 14 persen pupuk NPK.
Selanjutnya, penurunan konsumsi pupuk tersebut bakal berdampak ke penurunan produktivitas tanaman pangan hingga 0,5 ton per hektar, serta penurunan pendapatan petani sekitar Rp3,1 juta per hektar.
“Nah, affordability ini datangnya dari mana? Tentu satu, kita selalu menantang diri kita sendiri, apakah Pupuk Indonesia bisa memproduksi pupuk dengan lebih efisien, dengan lebih kompetitif,” ujarnya.
Untuk menambah produksi, perusahaan menempuh strategi pembangunan pabrik pupuk baru maupun revitalisasi pabrik lama. Selain itu, perusahaan meningkatkan daya saing pupuk, serta meminimalisir regulatory cost.
Rahmad menambahkan keterjangkauan harga pupuk tergantung pula pada harga bahan baku terutama gas. Dalam hal ini, dia memberikan apresiasi terhadap pemerintah yang telah menerapkan harga gas murah USD6 per MMBTU.
Di atas itu semua, Rahmad menyatakan ikhtiar menuju swasembada pangan tidak bisa hanya dari peran satu institusi. Dia mendorong setiap kementerian/lembaga terkait untuk bekerja sama demi mewujudkan hal tersebut.
“Ini saatnya gotong royong untuk mencapai swasembada pangan, tidak bisa satu pihak berdiri sendiri, semua harus bertemu,” kata dia. []