WARTABANK.COM, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga stabil di tengah ketidakpastian perekonomian global.
“Sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga stabil dengan permodalan yang kuat dan likuiditas yang memadai serta kinerja intermediasi yang Kembali meningkat, di tengah masih tingginya ketikdapastian pada perekonomian dan pasar keuangan global,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar pada Selasa (4/7/2023).
Mahendra menilai, saat ini global menunjukkan divergensi perkembangan perekonomian negara-negara utama sehingga respons kebijakan yang diambil juga menunjukkan divergensi.
Bank sentral Amerika Serikat (AS) the Federal Reserve System (Fed) telah menahan kenaikan suku bunga kebijakan seiring mulai meredanya tekanan inflasi.
Selain itu, beberapa bank sentral di Eropa telah memiliki kebijakan untuk menaikkan suku bunga. Langkah tersebut diambil dengan melihat tingkat inflasi yang masih meningkat.
Sedangkan di China, pemerintah dan bank sentral mengeluarkan stimulus dan menurunkan suku bunga guna mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus melemah.
“Di domestik, kinerja perekonomian nasional masih terpantau positif dengan tekanan inflasi mereda dan Kembali ke rentang target Bank Indonesia (BI) sebesar 3,52 persen (yoy) secara tahunan yang turun dari Mei 2023 sebesar 4 persen (yoy) secara tahunan,” ucap Mahendra.
Berdasarkan Article IV Consultation oleh International Monetary Fund (IMF), kinerja perekonomian nasional dinilai relatif lebih baik jika dibandingkan negara-negara lain yang didukung oleh resiliensi sektor keuangan.
“Hasil Global Bank Stress Test IMF, menunjukkan dalam skenario ekonomi memburuk, tetapi stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap dapat terjaga baik dengan buffer permodalan dan likuiditas perbankan yang dimiliki diperkirakan mampu menyerap risiko yang muncul,” ungkap Mahendra.
Oleh karena itu, sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terus berlangsung, kinerja korporasi turut terangkat. Asesmen OJK sampai dengan kuartal pertama 2023 menunjukkan jumlah korporasi dalam tekanan, yang sempat meningkat selama pandemi dan bahkan meninggalkan scarring effect yang cukup dalam untuk beberapa sektor, terus menurun. []