WARTABANK.COM, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan Badan Usaha Syariah (UUS) terpisah dari perusahaan induknya. Namun peraturan wajib ini berlaku bagi UUS yang telah memenuhi beberapa peraturan OJK.
“Intinya tidak ada batas waktu, tapi akan ada parameter OJK,” kata Komisioner OJK dan Kepala Pengawas Perbankan Dian Edina Rae dalam jumpa pers beberapa waktu lalu di Komisi Komisi OJK
Dian mengatakan, OJK saat ini sedang menyelesaikan regulasi turunan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).
“Departemen selanjutnya bagaimana? Sekarang belum bisa kami jelaskan secara detail karena masih dalam tahap akhir desain,” ujarnya. Kini, berdasarkan undang-undang lama, ada dua lembaga perbankan syariah yang menonjol, yakni Bank Pembangunan Daerah (BPD) UUS Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan PT Banko Sinarmas Tbk. (BSIM) yang memiliki UUS bernama PT Bank Nano Syariah.
Sebelumnya, ketentuan pemisahan diatur dalam Pasal 68 Ayat 1 UU Perbankan Syariah. Berdasarkan pasal lama ini, UUS harus melakukan divestasi ketika asetnya mencapai 50% atau lebih dari total aset perusahaan induk dan/atau setelah 15 tahun sejak berlakunya peraturan, yaitu. pertengahan 2023.
Sementara pangsa pasar bank syariah di Indonesia naik menjadi 7,09 persen pada akhir 2022. Hal ini disebabkan pertumbuhan aset tahunan sebesar 15,63% (yoy).
Per 31 Desember 2022, bank syariah melaporkan total aset sebesar Rp802,26 triliun. Tak kurang dari 66,3% di antaranya merupakan donasi dari Bank Umum Syariah (BUS). Kemudian Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Ekonomi Rakyat Syariah (BPRS) masing-masing menyumbang 31,2% dan 2,5%.
Dalam hal menabung, sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan bank syariah sebagai sumber pembiayaan konsumen. Pembiayaan konsumen menyumbang 51,7% dana yang disalurkan ke masyarakat oleh bank syariah. []